Selasa, 09 Januari 2018

Tugas 1_Nano Material Sebagai Pendekatan Baru Penanggulangan Kanker dan diabetes

Makalah
NanoMaterial














Nanomaterial Sebagai Pendekatan Baru Penanggulangan Kanker dan Diabetes

                   Nama                    : Eko Adi Prasetyanto
                   NPM                     : 23414453
                   Jurusan                : Teknik Mesin
                   Kelompok           : 4    

 
 











2017



1.   PENDAHULUAN

Nanomaterial adalah suatu materi yang uku-rannya berada pada kisaran 1-100 nanometer (nm). Materi ini dapat dalam bentuk kristal yang atom-atomnya tersusun secara teratur maupun dalam bentuk non –kristal. Ditemukan bahwa perilaku materi yang berukuran nano-meter sangat berbeda dibanding dengan perilaku pada ukuran yang lebih besar (bulk). Perbedaan yang sangat dramatis terjadi pada sifat fisika, kimia dan sifat biologinya. Perbedaan yang terjadi memberikan manfaat yang sangat besar sehingga membawa material berukuran nanometer sebagai material unggul pada berbagai bidang terapan, termasuk biologi dan farmasi.
Yang paling menarik lagi adalah sejumlah sifat-sifat yang dimilikinya dapat diubah-ubah secara signifikan melalui pengontrolan ukuran pada orde nanometer tersebut, pengaturan komposisi kimia, modifikasi permukaan, dan pengontrolan interaksi antar-partikelnya. Sifat-sifat yang bergan- tung pada ukuran ini dipercaya sebagai hasil dari tingginya rasio luas permukaan terhadap volume material.
Beberapa tahun terakhir penelitian terhadap nanomaterial menjadi intensif dilakukan di berba-gai negara, baik menyangkut metode sintesanya maupun sifat-sifat yang dihasilkannya. Pada bi-dang energi, nanomaterial dilibatkan untuk meng-hasilkan sel surya yang lebih efesien. Pada bidang kesehatan, obat-obatan dikembangkan mengguna-kan nanomaterial sehingga lebih cepat larut dan bereaksi untuk menghasilkan apa yang disebut dengan obat pintar (smart drug) yang dapat men-cari sel-sel tumor secara presisi dan mematikannya tanpa mengganggu sel-sel sehat tetangganya

2.          Proses Sintesa
 Proses sintesa nanomaterial dapat dilakukan secara top down maupun secara bottom up. Secara top down, material yang beru-kuran besar digiling (grinding) sampai ukurannya berorde nanometer. Alat penggiling paling populer adalah ball mill. Di samping itu dilakukan dengan cara evaporasi. Material berukuran besar dipa-naskan sampai pada temperatur uapnya sehingga terevaporasi menghasilkan partikel-partikel beru-kuran nanometer. Nanomaterial yang dihasilkan pada kedua cara di atas distabilisasi dengan meng-gunakan larutan kimia seperti polyvinyl alcohol (PVA) atau polyethilene glycol (PEG) sehingga membentuk nanokoloid yang stabil. Sayangnya, cara evaporasi berbiaya tinggi karena mengguna-kan peralatan yang mahal.

Secara bottom up sintesa nanomaterial dilakukan dengan mereaksikan berbagai larutan kimia dengan langkah-langkah tertentu yang spesifik sehingga terjadi suatu proses nukleasi yang meng-hasilkan nukleus-nukleus sebagai kandidat nanpartikel setelah melalui proses pertumbuhan. Laju pertumbuhan nukleus dikendalikan sehingga menghasilkan nanopartikel dengan distribusi uku-ran yang relatif homogen.
Logam koloid (nanomaterial logam dalam bentuk koloid) telah berhasil disintesa secara top down maupun secara bottom up. Secara bottom up, paduan logam organik (metalorganic) sering nakan. Paduan logam organik didekomposisi (direduksi) secara terkontrol sehingga ikatan logam dan ligannya terpisah. Ion-ion logam hasil posisi bernukleasi membentuk nukleus-nukleus yang stabil, yang dibangkitkan baik dengan meng-gunakan katalis maupun melalui proses tumbukan. Selanjutnya nukleus-nukleus stabil tersebut ber-tumbuh membentuk nanopartikel. Secara skematis proses ini ditunjukkan pada gambar 1.Untuk menghindari proses aglomerasi antara nanopartikel-nanopartikel yang ada, lang-kah stabilisasi dilakukan dengan menggunakan larutan separator.






Gambar 1. Skema proses pembentukan nanomaterial logam koloid secara bottom up





3.   TERAPAN NANOMATERIAL

Nanomaterial memiliki potensi yang sangat besar untuk diterapkan pada bidang biologi dan farmasi. Beberapa diantaranya telah dicoba dan diinvestigasi. Mengacu pada karakteristik yang dimilikinya, beberapa jenis nanomaterial telah digunakan pada teknologi pelabelan sel, penghantaran obat (drug delivery), perusakan sel tumor dengan pemanasan (hyperthermia), dan penjelas citra magnetic resonance imag-ing (MRI) . Pengembangan dan jenis terapan na-nomaterial akan terus bertumbuh mengingat ukuran bagian-bagian dari sel sebagai unit kehidupan berada dalam orde nanometer. Protein memiliki ukuran sekitar 5 nm, DNA, yang memiliki struktur heliks, memiliki diameter sekitar 2 nm, dan masih banyak lagi bagian organ tubuh yang memiliki ukuran dalam orde nanometer.      Nanomaterial me-miliki kesetaraan ukuran dengan banyak bagian dalam organ tubuh.
                               
                                 









Gambar 2. Potret transmission electron microscopy (TEM) batangan nanomaterial Eu (A) dan Tb (B) yang disintesa oleh Patra et al.


4.         NANOMATERIAL DAN SEL KANKER: PENGHANTARAN OBAT (DRUG DELI-VERY)

Saat ini tindakan yang dapat dilakukan terhadap penderita kanker hanyalah memperpanjang umur penderita, tetapi tidak untuk menyembuhkan. Suatu usaha harus dilakukan untuk menemukan suatu cara sehingga tidakan berubah ke arah pe-nyembuhan. Di berbagai negara melalui lembaga penelitian yang dimiliki saat ini sedang bekerja keras untuk hal tersebut.
Kemoterapi (terapi kimia, yaitu: memasukkan zat-zat kimia atau obat-obatan ke dalam tubuh baik secara oral maupun nonoral dalam kurun waktu tertentu untuk membunuh sel-sel kanker) yang saat ini kita kenal sebagai tindakan yang dilakukan ter-hadap penderita kanker menjadi jalan terakhir (se-lain tindakan pembedahan) yang dilakukan oleh para praktisi kesehatan dalam melakukan tindakan terhadap pasien penderita kanker. Sayangnya, sasaran tuju obatan-obatan kemoterapi belum dapat secara spesifik dikendalikan menuju sel-sel yang terserang kanker. Sel-sel sehat di dalam tubuh ser-ing menjadi korban serangan obat-obatan kemoterapi yang sangat beracun karena juga dimasuki oleh zat-zat kimia tersebut. Oleh karena itu, efek samping kemoterapi tidak dapat dihindarkan dan bahkan menjadi masalah tambahan yang muncul pada penderita, dan sering menjadi penyebab uta-ma kematian.
Ketidak-spesifikan sasaran kemoterapi me-nyebabkan para praktisi kesehatan sulit untuk me-naikkan dosis obat-obatan pada pelaksanaan kemoterapi, yang akhirnya tidak dapat menyelesai-kan atau membunuh sel-sel kanker pada tubuh si penderita. Obatan-obatan yang digunakan belum dapat secara selektif menyasar jenis sel atau jenis organ tertentu yang spesifik di dalam tubuh. Idealnya, obatan-obatan tersebut (karena sifatnya yang sangat beracun) hanya menyasar pada target-target sel atau organ-organ tertentu yang terserang kank-er untuk menghindari penyerangan terhadap sel-sel sehat yang ada.

4.1       CARBON NANO TUBE (CNT)

Carbon nano tube (CNT) adalah suatu material yang disusun oleh atom-atom carbon yang saling berikatan, dimana satu atom carbon berikatan den-gan tiga atom carbon yang lain. Rangkaian ikatan tersebut membentuk suatu tabung (tube) silinder yang jari-jarinya dalam orde nanometer (gambar 3). CNT dapat ditumbuhkan membentuk tabung silinder tunggal (single wall carbon nano tube, SWCNT) dan tabung silinder ganda (multi wall carbon nano tube, MWCNT).
 
 







(a)                                 (b)


Gambar 3. Struktur supramolekul carbon: carbon nano tube (CNT). (a) tabung silinder tunggal carbon (single wall carbon nano tube, SWCNT) dan (b) tabung silinder ganda carbon (multi wall carbon nano tube, MWCNT).

4.1.1    Sifat Termal

CNT merupakan konduktor panas yang sangat baik dibanding dengan material lain yang pernah kita kenal. SWCNT yang sangat kecil (ultra small) bahkan memperlihatkan sifat superkonduktor pada temperatur di bawah 20 K. SWCNT dan MWCNT merupakan konduktor panas yang sangat baik sepanjang tabungnya. Sifat konduktivitas panas yang baik sepanjang tabung ini disebabkan oleh fenomena konduksi balistik (ballistic conduction) sepanjang tabung. CNT dapat mentransmisikan daya panas lebih besar dari 6000 WK/m pada tempera-tur ruang, bandingkan dengan penghantar panas yang paling populer seperti tembaga yang hanya mampu mengkonduksikan daya panas maksimal 385 WK/m. CNT mampu stabil pada temperatur sekitar 7500C tekanan atmosfer dan sekitar 28000C pada tekanan vakum.

4.1.2    Sifat Optik

Sifat optik CNT sangat dipengaruhi oleh ukurannya. Lebar celah pita energi optiknya dipernga-ruhi oleh ukuran diameternya. Makin kecil diameter CNT, makin besar lebar celah pita energi optiknya. Hubungan kedua parameter ini ditunjukkan pada gambar 5. Lebar celah pita energi optik ini mempengaruhi warna cahaya yang dapat diemisi oleh CNT, baik oleh CNT yang bersifat metalik maupun CNT yang bersifat semikonduktif (S). Gambar 4 menunjukkan warna cahaya yang diemisi oleh CNT (bersifat metalik dan semikonduktif) pada beberapa  ukuran diameternya.




Gambar 4. Hubungan besar jari-jari CNT dengan lebar celah pita energi optiknya.





 


Gambar 5. Hubungan besar diameter CNT (CNT metalik (M) dan CNT semikonduktif (S)) dengan warna cahaya yang diemisi.

4.1.3     Sifat Kimia

Sifat reaktivitas kimia CNT juga dipengaruhi oleh ukuran diameter tabungnya. Diameter CNT yang semakin kecil akan meningkatkan reaktivitas kimianya karena luas permukaan spesifiknya (luas permukaan/massa) makin membesar. Ikatan kova-len pada CNT juga dapat dimodifikasi dengan cara mendispersi CNT pada pelarut yang sesuai.
Mengacu pada sifat-sifat di atas, selanjutnya CNT dicoba diterapkan pada bidang farmasi yang dirancang sebagai perangkat pembawa (carrier) berbagai jenis obat- obatan ke dalam sel, termasuk ke dalam sel yang terserang kanker. Hal ini dimungkinkan karena dinding tepi tabung CNT dapat difungsionalisasi, seperti misalnya, dengan DNA, protein dan polyethylene glycol (PEG) sehingga dan oleh karena itu dimungkin bagi CNT untuk melintasi membran sel dengan leluasa dan tidak mengganggu kerja sel.
SWNT sulit larut di dalam air, sehingga tidak dapat langsung digunakan sebagai pembawa. oleh karena itu diperlukan suatu modifikasi secara ki-mia untuk meningkatkan kelarutannya. Di samping meningkatkan kelarutannya, modifikasi kimia ter-sebut juga sekaligus memperbaiki kebiokompatibi-litasannya dan juga meningkatkan kemampuannya untuk dapat berpenetrasi ke dalam sel. Bentuk modifikasi dapat dilakukan dengan: (1) pemasangan secara kovalen grup molekul kimia tertentu pada tubuh (kerangka) SWCNT melalui reaksi konjugasi (2) membalutkan berbagai jenis molekul-molekul fungsional pada dinding SWCNT, dan (3) mengisi molekul-molekul fungsional ke bagian dalam tabung SWCNT.
Liang dan Chen melaporkan bahwa dengan menggunakan molekul fungsional PEG, SWNT menjadi sangat dinamis dan oleh karena itu dimungkinkan untuk dapat mudah melintasi membran sel dan masuk ke dalam sitoplasma. Lebih menguntungkan lagi, ditemukan bahwa SWCNT yang dikonjugasi dengan PEG dapat dan hanya memasuki sel-sel yang terserang kanker






Gambar 6. Polyethylene glycol (PEG) (Liang dan Chen, 2010).

4.1.5         NANOMATERIAL DAN SEL KANKER: HYPERTHERMIA

Carbon Nano Tube

SWCNT tidak saja berfungsi sebagai pembawa sebagaimana diterangkan di atas. Sifat SWCNT yang dapat menyerap gelombang elektromagnetik pada rentang panjang gelombang dari 700-1100 nm sangat efektif digunakan untuk membunuh sel-sel kanker. Di lain pihak, sistim biologi tubuh adalah transparan pada rentang panjang gelombang tersebut. Energi yang diserap pada rentang panjang gelombang 700-1100 nm oleh SWCNT dapat meningkatkan secara efektif sel-sel sehat tetangganya tidak naik karena pada sel-sel tersebut tidak ditemukan SWCNT. Medium biologi sel adalah transparan terhadap gelombang NIR. Pemanasan dengan cara ini pada tingkat di atas batas toleransi sel menyebabkan sel-sel kanker menjadi tidak aktif (mati), dimana prosesnya dapat secara selektif dilakukan.




















Gambar 7.  Potret fluoresens sel HeLa yang terjangkit kanker (FR+) yang dihuni oleh PEG-SWCNT (a) dan potret sel normal yang tidak dihuni oleh PEG-SWCNT (b).




4.2       NANOMATERIAL DAN DIABETES

Diabetes mellitus (atau sering disebut diabetes) adalah suatu penyakit dimana kandungan gula (glucosa) pada cairan darah (gula darah) meningkat melebihi batas ambang atas (hyperglyce-mia). Peningkatan ini disebabkan oleh adanya gangguan yang terjadi dalam proses penghantaran glucosa ke dalam sel (Poretsky, 2010). Penghanta-ran glukosa ke dalam sel dimediasi oleh insulin dengan skema proses sebagaimana ditunjukkan pada gambar 8.

Diabetes dibagi ke dalam dua tipe yang dika-rakterisasi oleh mediator insulin, yaitu: tipe-1, diabetes yang terjadi karena gagalnya sel-β mem-produksi insulin pada jumlah minimum yang dibu-tuhkan untuk memediasi penghantaran gula darah ke dalam sel (skema sederhana pelepasan insulin oleh sel-β ditunjukkan pada gambar 9; tipe-2 adalah diabetes yang terjadi karena kurangnya responsivitas reseptor insulin pada membran sel untuk merespon kehadiran insulin sebagai mediator penghantar gula darah ke dalam sel sehingga proses penghantaran gula darah ke dalam sel menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya








          
Gambar 8. Skema proses penghantaran glucosa (gula darah) ke dalam sel yang dimediasi oleh insulin. Pengikatan insulin oleh reseptor insulin pada membran sel menginduksi suatu sinyal transduksi yang dapat dideteksi oleh trans-poter glucosa (GLUT4) sehingga GLUT4 memasukkan glucosa ke dalam sel.

Gagalnya secara wajar gula darah masuk ke dalam sel menyebabkan kandungan gula darah di dalam cairan darah menjadi meningkat. Beberapa anjuran untuk dilakukan bagi penderita diabetes tipe-1 untuk mengontrol kandungan gula darah di dalam carian darahnya adalah: melakukan diet, khususnya terhadap makanan yang mengandung banyak glucosa; melakukan latihan fisik secara teratur, dan terapi insulin sebagai solusi kurangnya suplai insulin oleh sel-β.
Diabetes tipe-2 sangat dipengaruhi oleh faktor obesitas. Obesitas dapat menyebabkan meningkat-nya resistansi reseptor insulin pada membran sel. Oleh karena itu diabetes tipe-2 erat kaitannya dengan faktor keturunan dan budaya yang berkembang di lingkungannya. Seseorang dapat mengalami salah satu tipe diabetes di atas dan dapat pula mengalami sekaligus keduanya. Beberapa cara penyelesaian telah dilakukan untuk dapat menga-tasi atau menyembuhkan penderita, namun hasil yang diperoleh belum mencapai titik yang paling optimum. Oleh karena itu beberapa alternatif pen-gembangan sedang diinvestigasi yang salah satunya adalah melibatkan nanoteknologi.

Mengatasi kekurangan insulin (diabetes tipe-1) pada penderita diabetes selama ini dilakukan den-gan mensuplai insulin secara eksternal yang dilakukan secara oral, suntik maupun melalui pernafasan (nasal) Dengan teknik suntik, yang  apabila dilakukan terus menerus setiap hari, menimbulkan masalah baru terhadap luka suntik. Pada teknik oral insulin menga-lami degradasi di dalam lambung (stomach) oleh enzim gastric. Untuk mengatasi masalah ini insu-lin dibalut (encapsulated) dengan berbagai jenis polimer yang biodegradable. Namun oleh karena ukurannya cukup besar, balutan insulin sulit me-nembus masuk ke pembuluh darah. Pada teknik penghantaran melalui pernafasan, permasalahan timbul dengan terjadinya penyumbatan pada paru-paru karena ukuran partikel insulin cukup besar (Seluruh permasalahan ini menjadi tantangan saat ini dan suatu teknik pendekatan baru harus dicari.






                                    Gambar 9.  Skema proses  pelepasan  insulin oleh sel-β

Tidak ada komentar:

Posting Komentar