Selasa, 09 Januari 2018

BAHAN BIOMATERIAL KERAMIK DAN STAINLESS STEEL 316L SEBAGAI BAHAN IMPLAN TULANG DAN GIGI DENGAN METODE DIP COATING



paintpaintBAHAN BIOMATERIAL KERAMIK DAN STAINLESS STEEL 316L 
SEBAGAI BAHAN IMPLAN TULANG DAN GIGI DENGAN 
METODE DIP COATING

1.         Pengertian Keramik
             Keramik adalah material non metal yang telah di kenal luas dan banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Pada umumnya keramik tahan terhadap temperatur yang tinggi, kekerasan yang sangat tinggi, massa jenis yang rendah dan mempunyai thermal konduktivitas yang rendah dari pada logam. Keburukan dari keramik adalah cacat (flaws), seperti retak (cracks), ruang hampa (voids), terperangkapnya kotoran/udara (inclusion). Dimana cacat ini akan mudah menyebar. Dimana dalam perkembangannya dapat digunakan untuk bidang kesehatan seperti dalam pencangkokan tulang atau jaringan lunak dalam tubuh manusia. Salah satu material keramik yang digunakan adalah Hydroaxyapatite (HAp). Di alam Hydroaxyapatite mudah dijumpai yaitu material ini berbentuk batu karang (coral). Dimana material ini mempunyai keuntungan dapat menyesuaikan keadaan pada tubuh (biocompatible). Disamping itu juga HAp, mempunyai kelemahan yaitu untuk fatik (fatigue), material ini tak mampu menahan beban bila material ini digunakan dalam bentuk yang besar (bulk) seperti dalam ilmu bedah tulang.
 


1.1       Hydroaxyapatite (Ca10(PO4)6(OH)2)
Merupakan komponen kristalin utama pada fasa mineral tulang. Hydroxiapatite ini dapat membentuk ikatan fisik dengan tulang setelah di implankan ke dalam tubuh.
Aplikasinya:
·                     Scaffolds for tissue growth
·                     Pengisi tulang yang rusak/cacat
·                     Coating pada metal implants
Material Hidroksiapatit dapat dihasilkan dari limbah cangkang telur dengan memanfaatkan kalsium dari kulit telur kemudian direaksikan dengan senyawa. 3 Telur ayam merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Putih dan kuning telur ayam mengandung banyak mineral seperti sulfur, magnesium dan sodium. Sedangkan kalsium (Ca) yang dibutuhkan dalam sintesis hidroksiapatit banyak terdapat di cangkang telur ayam berupa senyawa kalsium karbonat (CaCO3) yaitu sebesar 95%.13
Hidroksiapatit pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan biomaterial berupa tulang buatan dan gigi manusia. Hidroksiapatit dari kulit telur dapat dihasilkan setelah melakukan kalsinasi pada suhu 900˚C. Dalam pembuatan biomaterial rasio perbandingan antara kalsum fosfat (Ca/P) yang diijinkan adalah sebesar 1,67.

1.1.1    Sifat Mekanik Hidroaxipatite
Terdapat banyak variasi sifat mekanik dari hidroksiapatit yang disintesis. Menurut beberapa para ahli sebagai berikut
a. Jarco melaporkan hidroksiapatit padat memiliki rata –rata kekuatan tekan dan tarik masing masing adalah 917 Mpa dan 196 Mpa.
 b. Kato melaporkan hidroksiapatit memiliki kekuatan tekan 3000 kg/mm2 (294 Mpa), kekuatan tekuk 1500 kg/cm2 (147 Mpa) dan kekerasan Vickers 350 kg/mm2 (3,43 Gpa).
 c. Suchanek melaporkan bahwa hidroksiapatit padat memiliki kekuatan tekuk 38-250 Mpa,kekuatan tekan 120-900 Mpa.




1.1.2    Sifat Kimia Hidroaxypatite
Hidroksiapatit memiliki sifat kimia yang penting yaitu biocompatible, bioaktif, dan bioresorbable. Biocompatible maksudnya material tersebut tidak menyebabkan reaksi penolakan dari sistem kekebalan oleh tubuh manusia yang dianggap benda asing. Bioaktif adalah material yang dapat menimbulkan respon biologis antara implan dan jaringan. Bioresorbable material akan melarut sepanjang waktu (tanpa memperhatikan mekanisme yang menyebabkan pemindahan material) dan mengijinkan 3 jaringan yang baru terbentuk tumbuh pada sembarang permukaan.
1.1.3    Keuntungan dan kerugian menggunakan keramik base Hap untuk pengganti tulang.
a.Keuntungan
Ada beberapa keuntungan dalam penggunaan hidroaxyapatite bio aktif keramik base untuk menghasilkan material yang unggul. Keuntungan dari kenyamanan dalam tubuh(biocompartable) dari Hidroxyapatite adalah:
A. Cepat bersesuaian ke dalam tubuh manusia, saat bersamaan tubuh tidak merasakan apa-apa kalau ada benda asing didalamnya.
B. Hidroxyapatite mempunyai kemampuan pengikat ke tulang.
b.Kerugian
A. Tidak dapat digunakan untuk bentuk yang besar (bulk) khususnya beban Fatik (fatigue) karena tidak mampu menahan beban yang besar. Seperti dalam ilmu bedah tulang.
B. Sifat perekat antara pelapis kalsium pospate dan material cangkoknya sangat kurang / lemah.
Manufaktur dari hydroxyapatite keramik Proses pelapisan adalah salah satu proses untuk membuat hydroxyapatite. Pelapisan adalah suatu proses yang sangat baik untuk mendapatkan sifat biocompatible untuk unsur yang dimiliki oleh sambungan tulang dengan keramik.
1.2            Stainless Steel
                 Di Indonesia banyak bahan yang dapat dijadikan biomaterial, sehingga perlu adanya review untuk bahan biomaterial yang banyak di Indonesia sehingga nantinya dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian biomaterial berbahan baku dari Indonesia.
                 Stainless steel adalah bahan yang banyak digunakan dalam industri, terutama industri yang membuat implan tulang, bahan ini salah satu jenis baja yang tahan terhadap karat serta sifat mekanis yang baik. Industri cor di Indonesia masih menggunakan bahan-bahan impor umtuk membuat stainless steel ini. Bahan –bahan pembuat stainless steel adalah nikel murni, ferrokrom (Fe-Cr), ferromangan (Fe-Mg), ferromangan (Fe-Mn), ferrosilicon (Fe-Si), ferromolybden (Fe-Mo) dan scrap low carbon steel.
            Review dari Suh (1998) mengatakan bahan yang baik untuk biomaterial adalah stainless steel, keramik dan polymer. Review ini bertujuan untuk mengenal sifat bahan pengganti tulang yang bahannya banyak ditemukan di Indonesia sehingga menjadi wawasan untuk pembuatan tulang implant buatan Indonesia


1.2.1 Biomaterial Logam

                       Logam banyak digunakan secara baik untuk pengganti implan tulang yang mendapat pembebanan seperti di pinggul dan lutut berbentuk kawat, pin, sekrup dan pelat. Logam juga dipakai dalam katup jantung buatan dan pegangan pembuluh darah yang menyebabkan alat pacu jantung. Logam murni kadang digunakan biomaterial tetapi bnyak juga memakai paduan untuk memperbaiki sifat dari logam murni. Yang sering digunakan dalam biomaterial adalah stainless steel 316L, paduan kobalt dan kromium molybdenum, dan tintanium murni dan paduan tintanium. (Tabel 1). Pemilihan utama dari logam dan paduannya sebagai biomaterial adalah sifat mekanik yang sesuai dan ketahanan terhadap korosi dan harga yang layak. Dari keempat bahan logam yang disebutkan dalam Tabel 1 Stainless steel dipilih sebagai bahan pembuat bone implan karena mempunyai ketahanan korosi yang tinggi. Semua stainless steel mempunyai campuran kromium minimal 10,5 % berat.
Menurut Alvarado, J. dkk (2003) manfaat dari stainless steel adalah:
a. Hambatan korosi tinggi, bahan ini dapat menghambat korosi tinggi baik di atmosfir maupun dalam lingkungan air.
b. Tahan panas dan api, campuran paduan kromium dan nikel melindungi kekuatan stainless steel dari temperatur tinggi.
c. Sehat, stainless steel mudah dibersihkan sehingga menjadi pilihan pertama untuk bahan yang kondisi sehat, hampir setiap alat yang berhubungan dengan kesehatan seperti rumah sakit, dapur, rumah jagal dan proses makanan menggunakan stainless steel.
d. Penampilan baik, lapisan terang membuat perawatan yang mudah pada stainless steel.
e. Keuntungan kekuatan pada berat, sifat keras yang dimiliki stainless steel sangat bagus pada pengerjaan dingin dan bentuk yang tipis.
f. Mudah fabrikasi, dengan modern pembuatan baja stainless steel dapat mudah dipotong, las, bentuk, dimesin dan dibuat.
g. Tahan dipukul, keuletan yag tinggi embuat stainless steel mampu pukul.
h. Harga yang mahal. Ketika total ongkos dipertimbangkan, stainless steel sering menjadi opsi yang sedikit mahal.

Bahan stainless steel yang sering digunakan untuk implikasi biomaterial adaalah stanless steel 316L. Komposisi kimia dari bahan ini disajikan dalam Tabel berikut:



1.3       Sifat Mekanik Biomaterial Logam
Sifat mekanik sangat penting saat merancang bahan pengganti tulang yang mendapat beban dari luar. Kekuatan tarik dan kelelahan dari logam dapat dibandingkan dengan keramik dan polimer, sehingga logam dipilih sebagai pengganti tulang yang meyangga beban kerena sifatnya mekaniknya. Tetapi komposit logam yang homogen menyebabkan tegangan yang tidak sama dengan tulang lain, sehingga dapat menghilangkan rangsangan mekanik yang depelukan untuk menjaga keseimbangan. Sifat mekanik logam tidak hanya ditentukan oleh jenis logam tapi proses pembuatan logam juga mempengaruhi sifat mekanik dari logam. Pengerjaan logam seperti pengerjaan dingin, pengerjaan panas, forging, rolling logam yang menghasilkan deformasi membuat logam lebih kuat dan lebih keras. Terlebih lagi kekuatan logam yang lebih kuat dan lebih keras tersebut dibarengi dengan penurunan sifat ulet dan lebih medah reaktif sifat kimianya.
1.4       Pemilihan bahan untuk kedokteran
Bahan untuk biomedical dari logam dan keramik telah diketahui. Masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing. Pemilihan bahan untuk implant tulang disesuaikan dengan sifat mekanik dan kegunaan bahan. Contoh stainless steel direkomendasikan untuk tulang yang menahan beban tapi gerakan gesekan tidak terlalu banyak seperti lutut. Sedangkan keramik untuk tulang sendi yang bergesekan banyak seperti sambungan tulang pinggul. Dilihat dari sifat mekanik kedua bahan dapat diharapkan penyusunan bahan komposit terdiri dari logam dan keramik sehingga saling melengkapi keduanya.
1.5       Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa logam stainless steel merupakan bahan bagus untuk tulang karena sifat mekanik tetapi kurang cocok untuk jaringan. Keramik juga bahan yang bagus untuk tulang karena sifatnya yang pas untuk jaringan tetapi bahan ini rapuh sehingga tidak boleh kena benturan. Diharapkan muncul bahan komposit penggabungan dari keduanya sehingga saling melengkapi

1.6       Pengaplikasian serta metode yang digunakan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Nasional (2015) jumlah kecelakaan yang terjadi di Indonesia pada tahun 2007 sebanyak 49553 kecelakaan, dan terus meningkat setiap tahunnya yaitu 59164 kecelakaan pada tahun 2008, 62960 kasus pada tahun 2009, 66488 kasus pada tahun 2010, 108696 dan 117949 kasuspada tahun 2011 dan 2012, dimana patah tulang merupakan salah satu kasus yang paling banyak terjadi dalam kecelakaan.
Kasus patah tulang juga dapat terjadi akibat osteoporosis. Tingginya angka kasus patah tulang menyebabkan tingginya kebutuhan akan implan tulang. Hidroksiapatit telah diketahui sebagai material pengganti yang baik untuk implan tulang dan gigi dalam dunia kesehatan disebabkan karena kemiripan sifat kimia dan biologinya dengan jaringan tulang manusia. Meskipun demikian hidroksiapatit memiliki kekuatan mekanik yang kurang baik sehingga kurang cocokdigunakan sebagai pengganti tulang yang menopang bagian tubuh yang berat.
Metal atau logam merupakan suatu material yang memiliki kriteria mekanik yang kuat dan mampu menahan berat tubuh jika digunakan sebagai material pengganti tulang. Akan tetapi sifat kimia dan biologi dari logam tidak sesuai dengan jaringan tulang manusia sehingga menghasilkan ketidakstabilan implan [Rad
dkk, 2014].
Hidroksiapatit memiliki sifat mekanik yang kurang baik sehingga digunakan sebagai pelapis (coating) pada permukaan material logam untuk mengkombinasikan kekuatan dan kekerasan permukaan logam dengan sifat bioactive dari hidroksiapatit.
“Penggunaan hidroksiapatit sebagai coating juga dapat meningkatkan ketahanan logam terhadap korosi dan kemampuan mengikat implant terhadap jaringan tulang [Rad dkk, 2014]”.
            Pembuatan coating hidroksiapatit dapat dilakukan dengan berbagai metode
deposisi seperti thermal spraying, sputtering, electrophoretic deposition, dan dip coating. Metode dip coating merupakan metode deposisi yang memiliki kelebihan seperti biaya yang murah dan prosesnya yang sederhana. Selain itu metode ini juga dapat digunakan untuk melapisi substrat dengan bentuk yang kompleks. Berdasarkan kelebihan tersebut maka metode dip coating dipilih sebagai metode deposisi dalam pelapisan hidroksiapatit pada logam stainless steel.
Beberapa teknik pelapisan dalam pembuatan hydroxyapatite dapat dilihat pada tabel berikut :

 


         Sagu merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh di Indonesia. Pemanfaatan sagu dalam bentuk pati selama ini terbatas hanya sebagai bahan pangan. Menurut Belitz (2009) sagu dapat dimanfaatkan sebagai binder, thickener, dan stabilizer. Sehingga pada penelitian ini sagu dimanfaatkan sebagai binder dalam proses pelapisan hidroksiapatit pada stainless steel 316L.

1.7       Metodologi Penelitian
1.7.1    Bahan dan Alat yang digunakan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah
a. Hidroksiapatit
b. Sagu sebagai binder,
c. Akuades sebagai pelarut, dan
d. Aseton untuk membersihkan stainless steel 316L

1.7.2    Alat-alat yang digunakan
            Alat-alat yang digunakan antara lain :

a. dip coating unit
b.  furnace yang berfungsi untuk sintering sampel
c. stopwatch untuk mengukur lama pencelupan
d. kertas amplas, gelas kimia, timbangan, dan magnetic stirrer yang digunakan untuk
persiapan suspensi dan substrat.

1.8       Prosedur Penelitian
a. Persiapan Suspensi
Hidroksiapatit ditimbang sebanyak 10 gram dan dimasukkan ke dalam gelas
kimia. Kemudian ditambahkan akuades sebanyak 20 gram, serta sagu yang telah ditimbang sebanyak 1; 1,25 dan 1,5 gram. Larutan diaduk dengan magnetic stirrer
selama 16, 20 dan 24 jam.
b. Persiapan Substrat
Stainless steel 316L dipotong dengan ukuran 2 x 3 cm, kemudian di amplas. Stainless steel yang telah di amplas disterilkan dengan cara direndam dalam aseton selama 15 menit, setelah itu dibilas menggunakan akuades. Substrat kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan temperatur 80 ºC selama 10 menit.
c. Proses Pelapisan
Substrat yang telah disterilkan dicelupkan kedalam suspensi selama 20 detik, dan dilakukan 1 kali pencelupan. Substrat yang telah dilapisi hidroksiapatit kemudian dikeringkan dengan suhu 110 ºC selama 30 menit, kemudian disinterring dengan temperatur 800 ºC selama 1 jam.
d. Karakterisasi
Karakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM)
dilakukan untuk mengetahui ketebalan lapisan hidroksiapatit dan keadaan permukaan lapisan. X-ray diffraction (XRD) bertujuan untuk melihat senyawa kimia yang terdeposisi pada substrat, sedangkan Autograph digunakan untuk mengetahui shear strength dari coating hidroksiapatit yang dihasilkan.
1.8       Hasil Penelitian
            Rasio binder yang digunakan berpengaruh terhadap coating yang dihasilkan. Gambar dibawah merupakan hasil SEM permukaan coating pada berbagai rasio binder.
         



Gambar. Hasil SEM Permukaan Coating pada Pengadukan 24 jam dan
Rasio Binder:HA:Akuades (a) 1,5:10:20, (b) 1:10:20.

Rongga pada permukaan coating terlihat semakin banyak pada rasio binder yang lebih banyak. Rongga pada permukaan lapisan tersebut merupakan hasil dari binder yang habis terbakar dan menyebabkan dispersi partikel tidak terjadi secara maksimal, sehingga menyebabkan partikel dalam suspense mengalami agglomerasi.

 























Gambar 4. Tampak Lintang Coating pada Rasio Binder:HA:Akuades 1,25:10:20 dan
Pengadukan (a)16 jam, (b)20 jam, dan (c)24 jam.

Gambar diatas merupakan tampak lintang dari stainless steel 316L yang telah dilapisi hidroksiapatit menggunakan rasio binder:HA:akuades 1,25:10:20 pada berbagai variasi waktu pengadukan, yaitu16 jam, 20 jam, dan 24 jam. Pada waktu pengadukan 16 jam diperoleh lapisan dengan ketebalan sekitar 35 μm dan mengalami peningkatan menjadi 77 μm pada waktu pengadukan 20 jam. Akan tetapi ketebalan lapisan kembali mengalami penurunan pada waktu pengadukan 24 jam yaitu sekitar 60 μm.
Semakin lama waktu pengadukan maka partikel dalam suspensi akan semakin terdispersi, dan menghasilkan suspensi yang lebih stabil sehingga ketebalan coating yang diperoleh akan semakin tinggi. Akan tetapi dengan bertambahnya waktu pengadukan partikel mengalami aglomerasi dan menyebabkan partikel tidak terdispersi secara maksimal dan menghasilkan coating yang lebih tipis.

Daftar Pustaka
1. Waode. H, Nurlaela R, Dahlang T.PEMBUATAN DAN PENGUJIAN SIFAT MEKANIK GIGI TIRUAN BERBAHAN KERAMIK DAN HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR. Univ Hasanudin Makasar
2. Riezka. R, Dwi, A., Ediman. G.2005.Preparasi dan Karakterisasi Keramik Silika (SiO2) Sekam Padi dengan Suhu Kasinasi 800oC - 1000Oc. Universitas Lampung.

3. Fatahul. A, Eka, S.M.,2009. KERAMIK (ADVANCECERAMICS) SEBAGAI MATERIAL ALTERNATIF DI BIDANG KESEHATAN. Politeknik Negeri Sriwijaya


4. Putri, H.H., Ahmad F., Amun, A.2016.PELAPISAN HIDROKSIAPATIT PADA STAINLESS STEEL 316L MENGGUNAKAN METODE DIP COATING DENGAN VARIASI RASIO BINDER PATI SAGU DAN WAKTU PENGADUKAN.Universitas Riau

Tugas 1_Nano Material Sebagai Pendekatan Baru Penanggulangan Kanker dan diabetes

Makalah
NanoMaterial














Nanomaterial Sebagai Pendekatan Baru Penanggulangan Kanker dan Diabetes

                   Nama                    : Eko Adi Prasetyanto
                   NPM                     : 23414453
                   Jurusan                : Teknik Mesin
                   Kelompok           : 4    

 
 











2017



1.   PENDAHULUAN

Nanomaterial adalah suatu materi yang uku-rannya berada pada kisaran 1-100 nanometer (nm). Materi ini dapat dalam bentuk kristal yang atom-atomnya tersusun secara teratur maupun dalam bentuk non –kristal. Ditemukan bahwa perilaku materi yang berukuran nano-meter sangat berbeda dibanding dengan perilaku pada ukuran yang lebih besar (bulk). Perbedaan yang sangat dramatis terjadi pada sifat fisika, kimia dan sifat biologinya. Perbedaan yang terjadi memberikan manfaat yang sangat besar sehingga membawa material berukuran nanometer sebagai material unggul pada berbagai bidang terapan, termasuk biologi dan farmasi.
Yang paling menarik lagi adalah sejumlah sifat-sifat yang dimilikinya dapat diubah-ubah secara signifikan melalui pengontrolan ukuran pada orde nanometer tersebut, pengaturan komposisi kimia, modifikasi permukaan, dan pengontrolan interaksi antar-partikelnya. Sifat-sifat yang bergan- tung pada ukuran ini dipercaya sebagai hasil dari tingginya rasio luas permukaan terhadap volume material.
Beberapa tahun terakhir penelitian terhadap nanomaterial menjadi intensif dilakukan di berba-gai negara, baik menyangkut metode sintesanya maupun sifat-sifat yang dihasilkannya. Pada bi-dang energi, nanomaterial dilibatkan untuk meng-hasilkan sel surya yang lebih efesien. Pada bidang kesehatan, obat-obatan dikembangkan mengguna-kan nanomaterial sehingga lebih cepat larut dan bereaksi untuk menghasilkan apa yang disebut dengan obat pintar (smart drug) yang dapat men-cari sel-sel tumor secara presisi dan mematikannya tanpa mengganggu sel-sel sehat tetangganya

2.          Proses Sintesa
 Proses sintesa nanomaterial dapat dilakukan secara top down maupun secara bottom up. Secara top down, material yang beru-kuran besar digiling (grinding) sampai ukurannya berorde nanometer. Alat penggiling paling populer adalah ball mill. Di samping itu dilakukan dengan cara evaporasi. Material berukuran besar dipa-naskan sampai pada temperatur uapnya sehingga terevaporasi menghasilkan partikel-partikel beru-kuran nanometer. Nanomaterial yang dihasilkan pada kedua cara di atas distabilisasi dengan meng-gunakan larutan kimia seperti polyvinyl alcohol (PVA) atau polyethilene glycol (PEG) sehingga membentuk nanokoloid yang stabil. Sayangnya, cara evaporasi berbiaya tinggi karena mengguna-kan peralatan yang mahal.

Secara bottom up sintesa nanomaterial dilakukan dengan mereaksikan berbagai larutan kimia dengan langkah-langkah tertentu yang spesifik sehingga terjadi suatu proses nukleasi yang meng-hasilkan nukleus-nukleus sebagai kandidat nanpartikel setelah melalui proses pertumbuhan. Laju pertumbuhan nukleus dikendalikan sehingga menghasilkan nanopartikel dengan distribusi uku-ran yang relatif homogen.
Logam koloid (nanomaterial logam dalam bentuk koloid) telah berhasil disintesa secara top down maupun secara bottom up. Secara bottom up, paduan logam organik (metalorganic) sering nakan. Paduan logam organik didekomposisi (direduksi) secara terkontrol sehingga ikatan logam dan ligannya terpisah. Ion-ion logam hasil posisi bernukleasi membentuk nukleus-nukleus yang stabil, yang dibangkitkan baik dengan meng-gunakan katalis maupun melalui proses tumbukan. Selanjutnya nukleus-nukleus stabil tersebut ber-tumbuh membentuk nanopartikel. Secara skematis proses ini ditunjukkan pada gambar 1.Untuk menghindari proses aglomerasi antara nanopartikel-nanopartikel yang ada, lang-kah stabilisasi dilakukan dengan menggunakan larutan separator.






Gambar 1. Skema proses pembentukan nanomaterial logam koloid secara bottom up





3.   TERAPAN NANOMATERIAL

Nanomaterial memiliki potensi yang sangat besar untuk diterapkan pada bidang biologi dan farmasi. Beberapa diantaranya telah dicoba dan diinvestigasi. Mengacu pada karakteristik yang dimilikinya, beberapa jenis nanomaterial telah digunakan pada teknologi pelabelan sel, penghantaran obat (drug delivery), perusakan sel tumor dengan pemanasan (hyperthermia), dan penjelas citra magnetic resonance imag-ing (MRI) . Pengembangan dan jenis terapan na-nomaterial akan terus bertumbuh mengingat ukuran bagian-bagian dari sel sebagai unit kehidupan berada dalam orde nanometer. Protein memiliki ukuran sekitar 5 nm, DNA, yang memiliki struktur heliks, memiliki diameter sekitar 2 nm, dan masih banyak lagi bagian organ tubuh yang memiliki ukuran dalam orde nanometer.      Nanomaterial me-miliki kesetaraan ukuran dengan banyak bagian dalam organ tubuh.
                               
                                 









Gambar 2. Potret transmission electron microscopy (TEM) batangan nanomaterial Eu (A) dan Tb (B) yang disintesa oleh Patra et al.


4.         NANOMATERIAL DAN SEL KANKER: PENGHANTARAN OBAT (DRUG DELI-VERY)

Saat ini tindakan yang dapat dilakukan terhadap penderita kanker hanyalah memperpanjang umur penderita, tetapi tidak untuk menyembuhkan. Suatu usaha harus dilakukan untuk menemukan suatu cara sehingga tidakan berubah ke arah pe-nyembuhan. Di berbagai negara melalui lembaga penelitian yang dimiliki saat ini sedang bekerja keras untuk hal tersebut.
Kemoterapi (terapi kimia, yaitu: memasukkan zat-zat kimia atau obat-obatan ke dalam tubuh baik secara oral maupun nonoral dalam kurun waktu tertentu untuk membunuh sel-sel kanker) yang saat ini kita kenal sebagai tindakan yang dilakukan ter-hadap penderita kanker menjadi jalan terakhir (se-lain tindakan pembedahan) yang dilakukan oleh para praktisi kesehatan dalam melakukan tindakan terhadap pasien penderita kanker. Sayangnya, sasaran tuju obatan-obatan kemoterapi belum dapat secara spesifik dikendalikan menuju sel-sel yang terserang kanker. Sel-sel sehat di dalam tubuh ser-ing menjadi korban serangan obat-obatan kemoterapi yang sangat beracun karena juga dimasuki oleh zat-zat kimia tersebut. Oleh karena itu, efek samping kemoterapi tidak dapat dihindarkan dan bahkan menjadi masalah tambahan yang muncul pada penderita, dan sering menjadi penyebab uta-ma kematian.
Ketidak-spesifikan sasaran kemoterapi me-nyebabkan para praktisi kesehatan sulit untuk me-naikkan dosis obat-obatan pada pelaksanaan kemoterapi, yang akhirnya tidak dapat menyelesai-kan atau membunuh sel-sel kanker pada tubuh si penderita. Obatan-obatan yang digunakan belum dapat secara selektif menyasar jenis sel atau jenis organ tertentu yang spesifik di dalam tubuh. Idealnya, obatan-obatan tersebut (karena sifatnya yang sangat beracun) hanya menyasar pada target-target sel atau organ-organ tertentu yang terserang kank-er untuk menghindari penyerangan terhadap sel-sel sehat yang ada.

4.1       CARBON NANO TUBE (CNT)

Carbon nano tube (CNT) adalah suatu material yang disusun oleh atom-atom carbon yang saling berikatan, dimana satu atom carbon berikatan den-gan tiga atom carbon yang lain. Rangkaian ikatan tersebut membentuk suatu tabung (tube) silinder yang jari-jarinya dalam orde nanometer (gambar 3). CNT dapat ditumbuhkan membentuk tabung silinder tunggal (single wall carbon nano tube, SWCNT) dan tabung silinder ganda (multi wall carbon nano tube, MWCNT).
 
 







(a)                                 (b)


Gambar 3. Struktur supramolekul carbon: carbon nano tube (CNT). (a) tabung silinder tunggal carbon (single wall carbon nano tube, SWCNT) dan (b) tabung silinder ganda carbon (multi wall carbon nano tube, MWCNT).

4.1.1    Sifat Termal

CNT merupakan konduktor panas yang sangat baik dibanding dengan material lain yang pernah kita kenal. SWCNT yang sangat kecil (ultra small) bahkan memperlihatkan sifat superkonduktor pada temperatur di bawah 20 K. SWCNT dan MWCNT merupakan konduktor panas yang sangat baik sepanjang tabungnya. Sifat konduktivitas panas yang baik sepanjang tabung ini disebabkan oleh fenomena konduksi balistik (ballistic conduction) sepanjang tabung. CNT dapat mentransmisikan daya panas lebih besar dari 6000 WK/m pada tempera-tur ruang, bandingkan dengan penghantar panas yang paling populer seperti tembaga yang hanya mampu mengkonduksikan daya panas maksimal 385 WK/m. CNT mampu stabil pada temperatur sekitar 7500C tekanan atmosfer dan sekitar 28000C pada tekanan vakum.

4.1.2    Sifat Optik

Sifat optik CNT sangat dipengaruhi oleh ukurannya. Lebar celah pita energi optiknya dipernga-ruhi oleh ukuran diameternya. Makin kecil diameter CNT, makin besar lebar celah pita energi optiknya. Hubungan kedua parameter ini ditunjukkan pada gambar 5. Lebar celah pita energi optik ini mempengaruhi warna cahaya yang dapat diemisi oleh CNT, baik oleh CNT yang bersifat metalik maupun CNT yang bersifat semikonduktif (S). Gambar 4 menunjukkan warna cahaya yang diemisi oleh CNT (bersifat metalik dan semikonduktif) pada beberapa  ukuran diameternya.




Gambar 4. Hubungan besar jari-jari CNT dengan lebar celah pita energi optiknya.





 


Gambar 5. Hubungan besar diameter CNT (CNT metalik (M) dan CNT semikonduktif (S)) dengan warna cahaya yang diemisi.

4.1.3     Sifat Kimia

Sifat reaktivitas kimia CNT juga dipengaruhi oleh ukuran diameter tabungnya. Diameter CNT yang semakin kecil akan meningkatkan reaktivitas kimianya karena luas permukaan spesifiknya (luas permukaan/massa) makin membesar. Ikatan kova-len pada CNT juga dapat dimodifikasi dengan cara mendispersi CNT pada pelarut yang sesuai.
Mengacu pada sifat-sifat di atas, selanjutnya CNT dicoba diterapkan pada bidang farmasi yang dirancang sebagai perangkat pembawa (carrier) berbagai jenis obat- obatan ke dalam sel, termasuk ke dalam sel yang terserang kanker. Hal ini dimungkinkan karena dinding tepi tabung CNT dapat difungsionalisasi, seperti misalnya, dengan DNA, protein dan polyethylene glycol (PEG) sehingga dan oleh karena itu dimungkin bagi CNT untuk melintasi membran sel dengan leluasa dan tidak mengganggu kerja sel.
SWNT sulit larut di dalam air, sehingga tidak dapat langsung digunakan sebagai pembawa. oleh karena itu diperlukan suatu modifikasi secara ki-mia untuk meningkatkan kelarutannya. Di samping meningkatkan kelarutannya, modifikasi kimia ter-sebut juga sekaligus memperbaiki kebiokompatibi-litasannya dan juga meningkatkan kemampuannya untuk dapat berpenetrasi ke dalam sel. Bentuk modifikasi dapat dilakukan dengan: (1) pemasangan secara kovalen grup molekul kimia tertentu pada tubuh (kerangka) SWCNT melalui reaksi konjugasi (2) membalutkan berbagai jenis molekul-molekul fungsional pada dinding SWCNT, dan (3) mengisi molekul-molekul fungsional ke bagian dalam tabung SWCNT.
Liang dan Chen melaporkan bahwa dengan menggunakan molekul fungsional PEG, SWNT menjadi sangat dinamis dan oleh karena itu dimungkinkan untuk dapat mudah melintasi membran sel dan masuk ke dalam sitoplasma. Lebih menguntungkan lagi, ditemukan bahwa SWCNT yang dikonjugasi dengan PEG dapat dan hanya memasuki sel-sel yang terserang kanker






Gambar 6. Polyethylene glycol (PEG) (Liang dan Chen, 2010).

4.1.5         NANOMATERIAL DAN SEL KANKER: HYPERTHERMIA

Carbon Nano Tube

SWCNT tidak saja berfungsi sebagai pembawa sebagaimana diterangkan di atas. Sifat SWCNT yang dapat menyerap gelombang elektromagnetik pada rentang panjang gelombang dari 700-1100 nm sangat efektif digunakan untuk membunuh sel-sel kanker. Di lain pihak, sistim biologi tubuh adalah transparan pada rentang panjang gelombang tersebut. Energi yang diserap pada rentang panjang gelombang 700-1100 nm oleh SWCNT dapat meningkatkan secara efektif sel-sel sehat tetangganya tidak naik karena pada sel-sel tersebut tidak ditemukan SWCNT. Medium biologi sel adalah transparan terhadap gelombang NIR. Pemanasan dengan cara ini pada tingkat di atas batas toleransi sel menyebabkan sel-sel kanker menjadi tidak aktif (mati), dimana prosesnya dapat secara selektif dilakukan.




















Gambar 7.  Potret fluoresens sel HeLa yang terjangkit kanker (FR+) yang dihuni oleh PEG-SWCNT (a) dan potret sel normal yang tidak dihuni oleh PEG-SWCNT (b).




4.2       NANOMATERIAL DAN DIABETES

Diabetes mellitus (atau sering disebut diabetes) adalah suatu penyakit dimana kandungan gula (glucosa) pada cairan darah (gula darah) meningkat melebihi batas ambang atas (hyperglyce-mia). Peningkatan ini disebabkan oleh adanya gangguan yang terjadi dalam proses penghantaran glucosa ke dalam sel (Poretsky, 2010). Penghanta-ran glukosa ke dalam sel dimediasi oleh insulin dengan skema proses sebagaimana ditunjukkan pada gambar 8.

Diabetes dibagi ke dalam dua tipe yang dika-rakterisasi oleh mediator insulin, yaitu: tipe-1, diabetes yang terjadi karena gagalnya sel-β mem-produksi insulin pada jumlah minimum yang dibu-tuhkan untuk memediasi penghantaran gula darah ke dalam sel (skema sederhana pelepasan insulin oleh sel-β ditunjukkan pada gambar 9; tipe-2 adalah diabetes yang terjadi karena kurangnya responsivitas reseptor insulin pada membran sel untuk merespon kehadiran insulin sebagai mediator penghantar gula darah ke dalam sel sehingga proses penghantaran gula darah ke dalam sel menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya








          
Gambar 8. Skema proses penghantaran glucosa (gula darah) ke dalam sel yang dimediasi oleh insulin. Pengikatan insulin oleh reseptor insulin pada membran sel menginduksi suatu sinyal transduksi yang dapat dideteksi oleh trans-poter glucosa (GLUT4) sehingga GLUT4 memasukkan glucosa ke dalam sel.

Gagalnya secara wajar gula darah masuk ke dalam sel menyebabkan kandungan gula darah di dalam cairan darah menjadi meningkat. Beberapa anjuran untuk dilakukan bagi penderita diabetes tipe-1 untuk mengontrol kandungan gula darah di dalam carian darahnya adalah: melakukan diet, khususnya terhadap makanan yang mengandung banyak glucosa; melakukan latihan fisik secara teratur, dan terapi insulin sebagai solusi kurangnya suplai insulin oleh sel-β.
Diabetes tipe-2 sangat dipengaruhi oleh faktor obesitas. Obesitas dapat menyebabkan meningkat-nya resistansi reseptor insulin pada membran sel. Oleh karena itu diabetes tipe-2 erat kaitannya dengan faktor keturunan dan budaya yang berkembang di lingkungannya. Seseorang dapat mengalami salah satu tipe diabetes di atas dan dapat pula mengalami sekaligus keduanya. Beberapa cara penyelesaian telah dilakukan untuk dapat menga-tasi atau menyembuhkan penderita, namun hasil yang diperoleh belum mencapai titik yang paling optimum. Oleh karena itu beberapa alternatif pen-gembangan sedang diinvestigasi yang salah satunya adalah melibatkan nanoteknologi.

Mengatasi kekurangan insulin (diabetes tipe-1) pada penderita diabetes selama ini dilakukan den-gan mensuplai insulin secara eksternal yang dilakukan secara oral, suntik maupun melalui pernafasan (nasal) Dengan teknik suntik, yang  apabila dilakukan terus menerus setiap hari, menimbulkan masalah baru terhadap luka suntik. Pada teknik oral insulin menga-lami degradasi di dalam lambung (stomach) oleh enzim gastric. Untuk mengatasi masalah ini insu-lin dibalut (encapsulated) dengan berbagai jenis polimer yang biodegradable. Namun oleh karena ukurannya cukup besar, balutan insulin sulit me-nembus masuk ke pembuluh darah. Pada teknik penghantaran melalui pernafasan, permasalahan timbul dengan terjadinya penyumbatan pada paru-paru karena ukuran partikel insulin cukup besar (Seluruh permasalahan ini menjadi tantangan saat ini dan suatu teknik pendekatan baru harus dicari.






                                    Gambar 9.  Skema proses  pelepasan  insulin oleh sel-β